Mengenal Tradisi Gendang Beleq, Alat Musik Tradisional Suku Sasak, Pulau Lombok, NTT

Mengenal Tradisi Gendang Beleq, Alat Musik Tradisional Suku Sasak, Pulau Lombok - Gendang beleq adalah suatu tradisi khas dari lombok. Adapun maksud dan tujuan dari gendang beleq adalah untuk membangkitkan semangat dan menghibur para pejuang yang berangkat ke medan perang. Juga untuk menyambut para pejuang yang pulang dari medan perang. Gendang beleq selain dijadikan sebagai sarana hiburan, dapat juga dijadikan sarana untuk menyalurkan bakat para remaja.


Gendang beleq digunakan sebagai genderang perang yaitu untuk mengiringi dan memberi semangat kepada perajurit ke medan perang atau menyambut kedatangan para perajurit dari medan perang. Oleh karena itu digunakan gendang beleq yang menghasilkan suara yang besar, semerawut dan menggema sehingga dapat membangakitkan semangat para pejuang. Sehingga disebut gendang beleq.

Dari berbagai macam alat inilah akan tercipta suatu bunyi khas, walaupun semerawut dan ribut , tapi kalau kita hayati kedengarannya sangat menarik.

Alat yang digunakan dalam permainan gendang beleq:

(1) Gendang

Berbentuk silinder dengan lubang yang besar ditengahnya, terbuat dari kayu dan ditutup oleh kulit sapi atau kambing yang telah disamak. Gendang ini dimainkan dengan cara ditepuk dengan dua telapak tangan pada kedua sisinya. Gendang ini dimainkan oleh dua orang sukaha dan gendang ini merupakan alat yang paling utama dalam permainan gendang beleq.

(2) Terumpang

Berbentuk mangkuk besar yang salah satu sisinya ada terdapat bundaran kecil yang berupa benjolan. Terumpang terbuat dari kuningan dan dimainkan oleh satu orang sukaha dengan cara dipukul oleh kedua tangan.

(3) Gong

Berbentuk bundaran yang ditengahnya terdapat sebuah bundaran lagi dan tepat di bundaran tersebut jika dipukul akan menghasilkan suara yag mendengung. Gong ini dibawa oleh dua orang yaitu satu sebagai pemukul dan yang satu sebagai pemikul

karena gong ini lumayan berat. Didalam permainan gendang beleq terdapat dua gong sehingga personil gong berjumlah 4 orang. Gong terbuat dari kuningan.

(4) Kenceng

Berbentuk seperti piringan kecil yang mempunyai pegangan. Kenceng ini terdiri dari dua pasang, masing-masing orang memegang sepasang. Sedang kenceng dimainkan oleh 14 orang sukahadan dimainkan dengan cara ditepuk.


(5) Suling

Dibuat dari bambu dan diberi lubang agar menghasilkan bunyi yang merdu. Suling dimainkanoleh seorang sukaha dengan cara ditiup.

(6) Oncer


Berbentuk seperti gong tapi dimainkan oleh satu orang. Terbuat dari kuningan atau tembaga dan dimainkan dengan cara dipukul.

(7) Pencek


Berbentuk seperti kenceng tetapi bentuknya kecil-kecil dan diletakkan pada sebuah papan yang digantung di leher. Jumlah pencek pada papan tersebut maksimal delapan buah dan dimainkan dengan cara ditepuk oleh seorang sukaha.

Lagu-lagu yang biasa dibawakan pada permainan gendang beleq adalah lagu-lagu dari adat sasak yang berbau tembang sasak. Tujuan dibawakan lagu tersebut adalah untuk memberikan semangat dan dapat menghibur para pejuang yang pergi ke medan perang.

Adapun lagu-lagu yang biasa dibawakan adalah :
  • Maiq Angande
  • Gelung Perade
  • Buaq Ate
  • Pedalaman
  • Kadal nongaq
  • Barong
  • Angin Alus
  • Buaq odaq
  • Sendang Pangan

Amanat yang terkandung dalam gendang beleq

Diantara sekian perangkat gendang beleq harus diperlukan kekompakan karena gendang beleq ini dimainkan dengan cara yang kompak, serasi maka akan menghasilkan suara yang semerawut tapi semarak.

Gendang beleq adalah suatu hiburan masyarakat dan juga memberikan kita suatu cara yaitu : “ dengan adanya kekompakan dan kerjasama maka akan tercipta hasil yang baik”.
Dapat mengisi waktu luang. Khususnya para remaja, dari pada menganggur dan nongkrong di pinggir jalan.

Semula, menurut dalang wayang sasak Lalu Usman Jayadi, Gendang Beleq adalah sebuah instrumen suku Sasak yang dikeramatkan karena memiliki tuah. "Entah siapa yang merekayasa, tiba-tiba instrumen lain masuk dan kemudian jadi tontonan," ungkap Jayadi.

Pada umumnya Gendang Beleq itu dicat hitam putih dengan pola kotak-kotak. Di Lombok kedua warna itu memang mempunyai arti simbolis. Hitam adalah lambang keadilan, putih adalah lambang kesucian. Selain itu hitam juga diibaratkan bumi, putih diibaratkan langit, yang keduanya merupakan kekuatan yang harus selalu ada dalam kehidupan manusia.

Tari Gendang Beleq merupakan tari perang walaupun tidak ada gerak yang menunjukkan perkelahian dan tidak ada pula yang membawa senjata perang, karena garapan geraknya selalu menunjukkan watak maskulin/ sikap jantan.

Tari Gendang Beleq dahulu berfungsi sebagai tari pengiring para ksatria yang akan maju ke medan perang atau menyambut para pahlawan yang pulang dari medan perang.
Ciri khas dari Tari Gendang Beleq ialah bahwa yang menari adalah pemain-pemain musik itu sendiri.

Adapun pemain-pemain yang memainkan instrument musik sambil menari adalah dua orang pemain Gendang Beleq, seorang penabuh petuk yaitu sebuah gong kecil yang beralas kerangka dari kayu yang dikalungkan, dan beberapa pemain copeh yaitu instrumen musik yang berbentuk ceng-ceng kecil yang dipegang dengan tangan kiri dan kanan.

Gendang Beleq ditabuh dengan alat pemukul yang dipegang pada tangan kanan, sedangkan tangan kiri memainkan bagian kiri dari gendang. Meskipun Gendang ini besar dan berat, tetapi kedua penari yang membawa gendang Beleq ini dapat menari dan bergerak dengan lincah.

Karena sifatnya yang atraktif, tari gendang beleq ini sering kali diadakan untuk mengiringi arak-arakan pengantin atau arak-arakan anak yang akan dikhitan, dan untuk penyambutan tamu penting.

Tari Gendang Beleq di Kabupaten Lombok Timur terdapat di semua Kecamatan Lombok Timur. Konon, Gendang Beleq tak boleh disentuh oleh musuh. Masih menurut Jayadi, para pemain gendang belek juga memiliki strata sosial yang baik di dalam masyarakat.

Disebut gendang beleq karena salah satu alat musiknya adalah gendang beleq (gendang besar).

Okestra ini terdiri atas 2 buah yaitu:
  • Gendang mame (laki-laki).
  • Gendang nine (perempuan)

Keduanya berfungsi sebagai pembawa dinamika. Kemudian peralatan yang lainnya adalah :
  1. Sebuah Gendang Kodeq (Gendang Kecil),
  2. Dua Buah Reong Yang Terdiri Dari Reongmama Dan Reong Nina Berfungsi sebagai Pembawa Melodi,
  3. Sebuah Perebak Beleq Yang Berfungsi Sebagai Alat Ritmis,
  4. Delapan Buah Perebak Kodeq,Disebut Juga "Copek", Berfungsisebagai Alat Ritmis,
  5. Sebuah Petuk Sebagai Alat Ritmis,
  6. Sebuah Gong Besar Sebagai Alat Ritmis,
  7. Sebuah Gong Penyentak Sebagai Alat Ritmis,
  8. Sebuah Gong Oncer Sebagai Alat Ritmis, Dan
  9. Dua Buah Bendera Merah Atau Kuning Yang Disebut Lelontek.

Gendang beleq ini dulu dimainkan kalau ada pesta-pesta kerajaan, sedangkan kalau perang berfungsi sebagai komandan perang, sedangkan copek jadi prajuritnya. Kalau perlu datu (raja) ikut berperang, di sini payung agung akan digunakan. Sekarang fungsi payung ini ditiru dalam upacara perkawinan. Gendang beleq dapat dimainkan dengan berjalan atau duduk. Komposisi berjalanmempunyai aturan tertentu, berbeda dengan duduk yang tidak mempunyai aturan. Pada waktu dimainkan pembawa gendang beleqakan memainkannya sambil menari,

Sasak adalah nama suku yang mendiami pulau Lombok, pulau yang ketika zaman Belanda bernama Sunda Kecil. Suku ini mempunyai tradisi kebudayaan berupa kesenian gendang beleq. Tentang kesenian ini masyarakat Lombok ada yang menyebut musik gendang beleq dan ada yang menyebut tari gendang beleq, hal ini dikarenakan sang penabuh menari sambil membunyikan gendang beleq. Kedua pandangan di atas ada benarnya, karena musik dan tari terekspresi melalui bunyi dan gerak dalam pertunjukan gedang beleq. Akan tetapi pada beberapa grup gendang beleq saat ini, penari dan penabuh gendang beleq dimainkan oleh orang yang berbeda.

Gendang beleq merupakan sebuah alat musik tabuh berbentuk bulat panjang, terbuat dari pohon meranti yang dilubangi tengahnya, dengan kedua sisinya berlapis kulit kambing, sapi atau kerbau, dan jika dipukul (tabuh) akan berbunyi dang..dang atau dung..dung. Bunyi dang..dang itulah nampaknya yang diabadikan untuk menamainya. Adapun awalan gen hanyalah pelengkap untuk memudahkan penyebutan. Kata beleq dalam bahasa Sasak berarti besar. Dengan demikian gendang beleq berarti gendang besar, lebih besar ukurannya dari gendang yang dipakai di Lombok dan daerah lain umumnya. Menurut Mamiq Hidayat, salah satu pemerhati kesenian Sasak, dinamai gendang beleq karena ;

“Selain bentuknya yang besar, serta suara yang paling keras, gendang dalam pertunjukannya menempati posisi paling depan sendiri, bahkan zaman dulu yang berdiri hanya gendang dan beberapa penari saja, alat musik yang lain dimainkan sambil duduk”(Wawancara, Maret 2009).

Musik gendang beleq dilengkapi juga dengan gong, terumpang, pencek, oncer, dan seruling. Saat dimainkan sekilas akan terdengar tidak teratur bunyinya, dan ramai. Kesan pertama kali mendengar, irama, ritme dan suara serulingnya nampak seperti pada musik Bali. Sejarah mencatat bahwa Lombok pernah dikuasai oleh Kerajaan Bali yaitu Klungkung (abad 17) dan Karangasem (abad 18) dalam rentang waktu sangat lama (Suhartono, 1970).

Pada Abad 17, Lombok menjadi perebutan antar Raja Bali Karangasem dan Makasar dari Sumbawa. Pada permulaan abad 17, orang Bali dari Karangasem menyeberang Selat Lombok dan mendirikan beberapa perkampungan serta membangun kontrol politik diwilayah Lombok Barat . pada saat yang sama, orang-orang Makasar dari Sumbawa menyeberang Selat Alas dan membangun kontrol politik di wilayah Lombok Timur (Kraan, 1980 : 2).

Latar belakang sejarah kolonialisasi Bali yang cukup panjang, tampaknya juga berbekas pada musik gendang beleq ini. Setyaningsih (2009) dalam tesisnya menulis bahwa tradisi sasak seperti merariq, gedang beleq, dan perisean merupakan pengaruh dari Kerajaan Bali.

Musik gendang beleq konon pada zaman dahulu digunakan sebagai musik perang, yaitu untuk mengiringi dan memberi semangat para ksatria dan prajurit kerajaan Lombok yang pergi atau pulang dari medan perang. Musik gendang beleq difungsikan juga sebagai pengiring upacara adat seperti merarik (pernikahan), ngurisang (potong rambut bayi), ngitanang atau potong loloq (khitanan), juga begawe beleq (upacara besar). Gendang beleq dipertunjukkan juga untuk hiburan semata seperti festival, acara ulang tahun kota, dan ulang tahun provinsi. Para penonton biasanya akan berdiri menunggu di pinggir jalan, ikut-ikutan menari, atau hanya sekedar bersorak gembira.

Musik gendang beleq dimainkan oleh dua orang pemain yang disebut sekaha. Pada zaman dahulu sekaha berasal dari masyarakat yang dipilih oleh sekaha senior. Saat ini sekaha direkrut dengan cara mengundang siapa saja yang ingin berlatih menjadi sekaha (biasanya di rumah pemimpin sekaha yang sudah ada), dari mulai anak muda sampai orangtua. Para sekaha ini kebanyakan adalah keturunan, artinya mereka saat ini menjadi sekaha karena dahulunya bapak atau kakeknya adalah sekaha juga.

Satu hal yang menjadi keluhan para pelestari gendang beleq saat ini adalah sulitnya mencari sekaha, bukan memainkannya. Anak-anak muda Lombok sekarang, lebih banyak suka naik motor kebut-kebutan, nongkrong di jalan atau gang, menghabiskan waktunya di depan televisi menonton sinetron atau acara musik populer yang memang menjamur saat ini, bergaya pakai handphone atau mode baju atau kaos daripada diajak belajar musik gendang beleq.

Musik gendang beleq dikelola sendiri oleh masyarakat secara mandiri, biasanya mereka mendirikan komunitas-komunitas budaya di beberapa kampung Lombok. Masyarakat membiayai aktifitas mereka dari hasil manggung seperti untuk festival budaya, ulang tahun kota, penggembira kampanye salah satu partai tertentu, dan yang paling sering untuk mengiringi upacara adat merarik. Ini berbeda dengan zaman dahulu dimana gendang beleq masih banyak terdapat di kampung-kampung Lombok.

Musik gedang beleq sejak dahulu dipertunjukan dengan cara tradisional. Semua sekaha dalam pertunjukan gendang beleq harus memakai pakaian adat Sasak lengkap dengan atributnya. Namun sekarang karena pengaruh zaman modern, baju dan celana sekaha berbeda-beda warna antar kelompok gendang beleq, bahkan sesuai dengan pesanan sponsor. Namun demikian, yang tidak boleh ditingalkan dan harus dipakai serta bercorak batik adalah sapo‘ (ikat kepala), dodot (ikat pinggang), dan bebet (kain yang melapisi pinggang seperti pada pakaian Melayu Minangkabau). Kedua atribut ini diangggap penting, karena dianggap satu-satunya identitas yang membedakan dengan musik modern.

Beberapa kelompok gendang beleq saat ini membuat seragam sendiri, dengan bordir atau sablon tulisan nama kelompok di belakang seragam. Melihat kondisi ini, masyarakat tertentu (baca : orangtua Sasak) memandang perilaku ini negatif. Mereka menganggap kelompok gendang beleq seperti ini tidak melestarikan budaya dengan utuh, karena tidak memakai seragam adat. Cemoohan juga sering ditujukan pada sekaha yang berusia muda, dimana ketika pertunjukan gendang beleq mereka memakai sapo‘, dodot, bebet sembarangan, memakai anting-anting atau hanya sekedar memakai kaos.

Pemain gendang beleq dalam bahasa Sasaknya disebut Sekaha. Jenis kelamin semua sekaha adalah laki-laki, dari mulai anak kecil umur 7 tahun sampai orangtua umur 60 tahun. Menurut keterangan beberapa sekaha, sejak dulu pemain gendang beleq pasti laki-laki, karena berat menggendongnya. Biasanya perempuan hanya sebagai penari tambahan saja.

Dalam satu rombongan musik gendang beleq terdapat kurang lebih 17 sekaha, terkadang 20 atau lebih, dengan sekaha cadangan untuk penabuh gendang atau peniup seruling. Ada juga rombongan gendang beleq yang dilengkapi dengan kelompok penari khusus, sehingga terlihat banyak sekali personelnya. Lebih jelas uraiannya di bawah ini :

Empat sekaha penabuh gendang beleq, biasanya dipilih sekaha yang berbadan besar karena dianggap kuat, namun tidak sedikit ditemukan penabuh gendang yang berbadan kurus.

Enam sekaha pemukul kenceng, setiap sekaha memainkan sepasang kenceng. Kenceng dimainkan dengan cara ditepuk, seperti menangkupkan dua piring secara bersamaan. Satu sekaha untuk peniup suling atau seruling dengan satu peniup cadangan. Dua sekahan pemukul oncer atau petuk, dengan cadangan satu sekaha. Dari semua alat musik petuk mudah untuk dipukul, karena iramanya monoton.

Saat pertama kali menyaksikan pertunjukan gendang beleq, cara memainkan musik ini terlihat begitu rumit dan harus hati-hati. Jika dicermati, secara umum memainkan musik gendang beleq terbagi dalam tiga proses, yaitu :

Proses ini dimulai dengan menyiapkan mengecek alat dan sekaha, apakah sudah lengkap atau belum. Jika belum lengkap alatnya harus dicari, dan jika sekaha nya tidak hadir akan dicari penggantinya. Jika sudah lengkap semua, akan diteruskan pada proses selanjutnya.

Proses latihan merupakan proses yang paling vital sebelum memulai permainan, karena proses ini bertujuan untuk melihat apakah para sekaha sudah siap semua, konsentrasi dan semangat, juga untuk mengecek apakah alat-alatnya bisa dipergunakan dengan baik, jika belum maka akan diperbaiki terlebih dulu. Apabila dalam proses latihan ini tidak bagus, maka umumnya itu akan berdampak pada pertunjukannya. Namun karena para sekaha itu sudah terbiasa memainkan, maka kesalahan itu dapat teratasi dengan cepat, yang sulit adalah jika sekaha yang mahir berhalangan dan diganti dengan sekaha baru, proses latihan ini akan mensiasitanya. Jika sudah dirasa memadai beranjak pada proses selanjutnya.

Alat yang pertama dibunyikan adalah gendang beleq. Biasanya sekaha akan menabuh dua kali kanan dan satu kali kiri dengan pukulan berirama. Itu sebagai tanda untuk alat selanjutnya siap menyambut, dan akan disambut oleh kenceng dengan tepukan berirama langsung menghentak. Seterusnya diikuti oleh petuk, seruling dan lainya, semenjak itu seruling tidak pernah berhenti berbunyi.

Jika dilihat dari alunan musiknya yang ramai, cara memainkan gendang beleq cukup perlu konsentrasi yang tinggi.

Musik gendang beleq dimulai berdasar komando dari penabuh gendangnya, ibarat sebuah orchestra, penabuh gendang adalah konduktornya. Walaupun dalam permainannya didominasi oleh suara terumpang, seruling dan kenceng, namun karena bunyinya paling keras, musik ini tetap dikomando oleh suara gendang. Umumnya irama musik yang dimainkan adalah lagu-lagu Sasak, namun sekarang sering terdengar irama dangdut dan Melayu ikut mewarnai.

Nilai adalah imajinasi orang atau komunitas terhadap perilaku atau lingkungan yang dialaminya (Anderson, 2002). Gendang beleq dalam bayangan manusia Sasak memiliki makna yang luhur. Musik gendang beleq memiliki beberapa makna, antara lain :

Nilai filosofis. Melestarikan gendang beleq dimaknai manusia Sasak sebagai menata dan memelihara diri sendiri, karena di dalam musik gendang beleq terkandung keindahan, ketelitian, ketekunan, kesabaran, kebijakan dan kepahlawanan. Berdasar penilaian ini, musik gendang beleq bagi orang Sasak dianggap sakral. Musik ini tidak mungkin ada tanpa nilai-nilai filosofis tersebut difahami terlebih dahulu oleh nenek moyang Sasak. Mereka mentradisikannya agar difahami oleh keturunan mereka dan dipelajari muatannya.

Nilai psikologis. Keterikatan akan satu imajinasi yang sama, yaitu sama-sama manusia Sasak yang memiliki berbagai kesamaan, seperti nenek moyang, geografis, budaya bahkan mungkin agama. Orang Lombok yang lama kuliah di Jogjakarta selalu membicarakan gendang beleq dan berbagai budaya mereka jika bertemu, bahkan sambil makan plecing (sayur khas Lombok). Di asrama mahasiswa Lombok di Condong Catur, Jogjakarta, juga terdapat alat-alat gendang beleq. Realitas ini tentu saja bertujuan untuk terus menyambung imajinasi Sasak sebagai manusia yang terikat secara psikologis dengan tanah leluhurnya.

Nilai sosiologis. Seni musik gendang beleq dapat menjadi ajang untuk interaksi sosial yang terbuka tanpa sekat status sosial, pendidikan, atau keturunan. Mengenal dan mencari jodoh bagi muda-mudi, tidak sedikit mereka akhirnya menikah setelah berkenalan ketika bersama menonton gendang beleq. Pertemanan dan kekerabatan baru, sering terjadi jika ada pertunjukan gendang beleq.

Bagi masyarakat yang apabila dalam perkawinan anaknya dimeriahkan oleh gendang beleq, pertunjukan ini akan menaikkan status sosial mereka di masyarakat (semakin naik statusnya jika pengiring kelompok gendang beleq lebih dari satu). Bagi golongan bangsawan Sasak (Lalu, Baiq, Raden atau Dende), gendang Beleq menjadi penanda (baca; identitas) penting dirinya dimata orang Sasak yang lain (kecuali bangsawan yang beragama Islam dan menganggap gendang beleq negatif).

Nilai ekonomis. Gendang beleq dapat menjadi profesi yang menghasilkan, walaupun hasilnya tidak banyak, namun ketika sulit mendapatkan pekerjaan serta banyak pengangguran, ikut rombongan gendang beleq dapat menjadi alternatif untuk dapat uang walaupun hanya sekedar untuk rokok dan makan.

Musik gendang beleq masih sering dipertunjukkan di Lombok hingga saat ini, bahkan tahun 2008 lalu atas sponsor rokok, di Lombok telah diselenggarakan festival gendang beleq sepulau Lombok. Peristiwa seperti ini tentulah sangat menggembirakan dan perlu terus digalakkan, agar keberadaan musik tradisional gedang beleq dapat terus terjaga.

Pemerintah, pihak swasta dan pelaku budaya Sasak diharapkan dapat bergandengan tangan untuk terus mentradisikan musik ini, agar tetap diminati oleh masyarakat Lombok dan tidak kalah dengan musik modern. Dan semoga tidak hanya sekedar mementaskan saja, tetapi tentu saja dengan tetap berusaha menjaga kesakralannya, dari pada hanya sekedar hiburan semata.